Posts

Showing posts from 2015

Tolerance and critical thinking

So today I had this class called Workshop 1 and Workshop 2. Workshop 1 basically consists of how to write academic papers, while Workshop 2 is more focused on teamwork with your friends. What I'd like to discuss here is about these two personality traits that most Indonesians lack, which is tolerance and critical thinking. During a lecture in Workshop 1, the professor encouraged us to write academic papers that consists of 1000 words while stressing the importance of critical thinking. He then emphasized it by talking about someone who reads the news and truly believing in what it says without giving it a second thought that it might not be true. He then told us not to do that since we're college students now and are encouraged to think critically. All of a sudden it hit me. Just a few days ago I felt infuriated after reading a small piece of news from Indonesia about the government rejecting an investment proposal from Japan and instead gave the opportunity to China.

Introversion

Up to this day, I have currently stayed in Japan for about 2 weeks. My orientation is about to finish and by next week I'll start attending classes. I gotta admit, Japan is wonderful. The air's nice, it gets rainy and foggy sometimes and at the noon the sun shines too bright, but still, I love it. My campus is located on a mountain top and I currently live in a campus dorm right next to it. So far I've made a lot of friends, Japanese ones, fellow Indonesian ones, and other international students from various countries such as the US, India, Pakistan, etc. I've hung out with numerous people but somehow I haven't managed to get really close with any of them. I love socializing with other people, but I usually don't talk much when I'm in a group filled with people I don't know very well, because most of the time they make small comments on almost everything whereas I haven't yet achieved a strong connection with any of them in order for me to do th

Perjalanan mengejar impian (3)

Saat kelas 3, saya pun mulai belajar habis-habisan agar nanti dapat lolos SBMPTN. Karena terlalu fokus belajar untuk SBMPTN, saya pun tak terlalu mengindahkan kesempatan mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Adakalanya saya jatuh sakit karena terlalu memaksakan diri dalam belajar, juga karena terlalu mengkhawatirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang dapat terjadi di kemudian hari. Namun lama-kelamaan, saya berusaha untuk lebih santai dan menikmati apa yang saya pelajari, juga menghindari pikiran-pikiran negatif. Sekitar 1-2 minggu menjelang Ujian Nasional, saya menemukan ada kesempatan beasiswa S1 ke Australia dan Selandia Baru. Tentunya saya kaget karena tidak pernah mendengar tentang beasiswa tersebut sebelumnya. Awalnya saya begitu semangat ingin mendaftar, namun saya melihat tenggat waktunya tanggal 30 April, sementara waktu itu sudah awal April, menjelang Ujian Nasional. Tidak mungkin bagi saya jika harus menyiapkan dokumen yang diperlukan dalam waktu hanya beberapa minggu. Te

Perjalanan mengejar impian (2)

Seperti yang saya ceritakan di postingan sebelumnya, saya merasa tak betah awalnya bersekolah di Al-Azhar dan teramat ingin pindah. Namun lambat laun, saya pun susah payah mencoba untuk beradaptasi dengan kegiatan akademik serta pergaulan di sekolah baru. Setelah beberapa bulan, saya mulai bisa menyesuaikan diri, walaupun masih agak kesusahan. Saya mulai lebih terbuka dengan teman-teman saya, dan berusaha untuk lebih semangat dalam kegiatan belajar, khususnya dalam pelajaran keagamaan. Saat saya menginjak kelas 2, saya terpikir untuk mengambil jurusan Hubungan Internasional saat kuliah nanti. Meski begitu, saya memilih untuk memasuki jurusan IPA, karena pada awalnya saya berpikir bahwa anak IPA akan bisa dengan mudah 'menyeberang' ke jurusan IPS saat menjelang ujian SBMPTN. Dan karena saya sudah lama sekali ingin pergi ke Jepang, saya pun terpikir agar suatu saat bisa berkuliah di Jepang dengan jurusan Hubungan Internasional. Namun lama-lama, impian itu perlahan mu

Perjalanan mengejar impian (1)

Setelah sekian lama tak menulis postingan di blog, kali ini saya memutuskan untuk bercerita mengenai perjuangan saya mencapai impian saya yang kini telah tercapai. Dahulu, saat menduduki kelas 3 SMP, saya sangat menyukai hal-hal yang berbau Jepang. Bukan hanya manga dan anime , namun juga musik J-pop serta serial televisi Jepang. Bahkan, saya pun bertekad untuk mempelajari bahasanya, agar suatu saat bisa tinggal di sana selama beberapa tahun. Karena tak kunjung menemukan tempat les untuk bahasa Jepang yang sesuai, akhirnya saya memutuskan untuk belajar sendiri dengan cara otodidak. Saya pun meminjam buku-buku panduan serta kamus untuk belajar bahasa Jepang dari tante saya yang pernah tinggal 5 tahun di Jepang, untuk menemani paman saya yang mendapatkan beasiswa disana. Meski begitu, saya tak bisa meminta beliau mengajari saya, karena kami hanya bertemu sesekali pada pertemuan keluarga, dan juga karena beliau baru mempunyai anak, jadi otomatis waktu dan perhatiannya akan terfokus pa

Respect for women

I feel sad and outraged upon witnessing many kinds of discrimination, harrasment, violence, and judgement that women experience throughout their daily lives. Although I do not completely agree with the idea of feminism, I believe that women should have the right to stand up for themselves. In developing countries, where the patriarchy system is still dominating in most sectors, I find this hard to achieve, as women often become an object of the aforementioned. People, especially men, who are less educated in developing countries have a tendency to disrespect women in many ways, mostly caused by their lack of understanding of women's rights to protect themselves. But I intend to not view this from a gender perspective, since women are mostly judged in society by the same sex. It's easy for women to feel jealousy towards other women. Men are the ones who face less judgement, while women have to endure being judged, often by both sexes. Behaving or dressing differently can easily

Menyikapi perbedaan

Sering sekali kita menyaksikan fenomena berikut di berbagai negara; golongan minoritas ditindas dan dirampas hak-haknya oleh golongan mayoritas. Entah itu dalam hal ras, suku, agama, ataupun kebangsaan, kaum mayoritas terkadang mempunyai semacam keangkuhan terhadap kaum minoritas sehingga merasa bahwa mereka lebih berkuasa karena secara kuantitatif mereka lebih unggul. Secara pribadi, menurut saya perbuatan ini mencerminkan ketakutan golongan mayoritas yang tak beralasan. Mereka mengekang hak-hak kaum minoritas, mungkin salah satu sebabnya karena mereka takut. Mereka takut jika kelak kaum minoritas akan mendominasi, dan mereka merasa terancam akan hal itu. Oleh karena itu, mereka pun berusaha membatasi kegiatan mereka, dengan tujuan agar kaum mayoritas akan selalu unggul. Salah satu contohnya dapat kita lihat di Indonesia sendiri, dimana golongan Islam Sunni seringkali mengekang hak-hak kaum Syiah, bahkan menganggap mereka bukan Islam dikarenakan perbedaan pemahaman dalam menganut ag

Makna dari sebuah perpisahan

Hari ini, saya beserta teman-teman seangkatan baru saja melaksanakan upacara kelulusan atau yang biasa disebut dengan wisuda. Karena kami merupakan angkatan pertama, maka jumlah muridnya tidak banyak. Acaranya pun tidak begitu spektakuler, hanya diadakan di gedung biasa, bukan di ballroom hotel bintang lima. Namun bagi saya, upacara wisuda hari ini sangat berkesan. Sekalipun acaranya tidak mewah, namun banyak keceriaan (dan tentu saja, kesedihan) yang ada di dalamnya. Di satu sisi, saya sedih karena harus berpisah dengan teman-teman dan guru-guru yang telah begitu dekat dengan saya. Bersama mereka, saya telah melalui banyak hal yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Di samping itu, saya juga belajar banyak hal dari mereka, hal-hal selain pelajaran akademik yang diajarkan. Dan buat saya, justru hal itulah yang paling berharga. Saat acara, lebih banyak tawa yang ada dibanding air mata. Namun saat ini, saat saya teringat kembali bahwa siang tadi mungkin merupakan pertemuan terakhir k

Mari majukan bangsa ini, kaum muda.

Sebagai negara berkembang yang menempati posisi keempat dalam jumlah penduduk terbanyak di dunia, Indonesia mempunyai bonus demografi yang cukup besar, yang sebagian besar di antaranya adalah anak muda. Indonesia tergolong negara yang mempunyai piramida penduduk ekspansif, yang berarti bahwa usia tenaga kerja menempati lebih dari setengah penduduk Indonesia, melebihi usia non-tenaga kerja. Dengan ini, dapat dikatakan bahwa dengan jumlah anak muda yang cukup banyak, Indonesia punya peluang untuk maju dengan memanfaatkan dan mengasah potensi anak muda sebaik mungkin. Dari fakta yang saya sebutkan di atas, terlihat jelas bahwa kita, sebagai anak muda, merupakan aset terbesar bangsa ini. Kitalah yang kelak akan menggantikan golongan tua dan mengarahkan bangsa ini menuju masa depan yang lebih baik. Ingatlah, sejak sejarah Indonesia bermula, para kaum muda-lah yang selalu berinisiatif untuk melakukan perubahan dan menggerakkan bangsa ini. Para pemudalah yang membuat Sumpah Pemuda pada tahun

A very saint-like post

Bagi saya, ketulusan sekarang sudah merupakan barang yang langka, terutama di tengah hiruk-pikuk kota besar, dimana sebagian besar masyarakatnya cenderung bersikap individualis, atau hanya mementingkan diri sendiri. Saya menyaksikan sendiri bahwa perlahan-lahan seiring zaman, rasa tulus ikhlas dalam berinteraksi dengan orang lain telah jauh berkurang dibandingkan dengan dulu. Dari buku-buku yang saya baca, saya melihat bahwa ketulusan dan keikhlasan pada zaman dulu begitu dihargai, dan banyak yang berusaha menanamkan ini pada generasi selanjutnya. Namun dalam interaksi keseharian dengan orang lain, saya melihat bahwa kenyataan di lapangan jauh berbeda. Terkadang, ketika saya mencoba melakukan segala sesuatu dengan tulus, hal itu malah dianggap aneh, bahkan kerap ditertawakan. Banyak juga yang berkomentar bahwa saya terlalu serius dalam menanggapi segala sesuatu. Saya pikir, mungkin ucapan mereka ada benarnya. Bisa jadi karena karakter saya yang apa adanya, saya pun menganggap segala h

Kuliah

Saat ini, saya sudah menyelesaikan Ujian Nasional dan tengah bersiap-siap untuk memasuki perguruan tinggi. Awalnya, saya berniat untuk memasuki PTN dalam negeri, karena itu, selama setahun terakhir saya teberusaha untuk belajar sekeras mungkin. Namun tiba-tiba tujuan saya berbelok arah ketika saya didaftarkan orangtua saya untuk mengikuti kompetisi beasiswa S1 di Jepang. Mengunjungi negara Jepang memang sudah merupakan impian saya sejak lama. Saya pun telah meniatkan diri saya agar kelak bisa berkuliah dan menikmati kehidupan sehari-hari di sana, tidak sekedar mengunjungi seperti layaknya turis. Setelah melalui beberapa proses seleksi, kini saya tengah bersiap untuk memasuki proses seleksi tahap terakhir. Universitas yang akan saya masuki ini merupakan universitas swasta yang menampung banyak mahasiswa internasional dari luar Jepang, bahkan pembelajarannya pun menggunakan bahasa Inggris. Mata kuliah serta program-program mereka begitu menarik, karena mereka tidak hanya memfokuskan pa

A mere thought

In life, we often waste our energy worrying about things that might not even happen. We fill our head with negative thoughts that consume our mind and eventually gets us nowhere better than where we are right now. We're too busy with our thoughts that we forget to stop and take a step back, and look at what we've been through, what we've achieved. We get too focused on our wrongdoings instead of appreciating the good things within ourselves, then we tend to underestimate ourselves. Most of the time we do not realize the capabilities that lies beneath us.

Kemunduran generasi muda

Jujur, saya amat kecewa dengan mayoritas generasi muda yang ada sekarang ini. Karena saya juga terhitung dalam kategori anak muda, bukan berarti saya melecehkan kawan-kawan seangkatan saya dan menganggap diri saya yang terbaik. Bukan, bukan begitu. Akhir-akhir ini saya sering sekali melihat, terutama pada kaum kelas menengah, banyak anak muda yang hanya menghabiskan waktunya untuk bermain gadget, sebentar-sebentar mengambil selfie, dan merasa wajib untuk mengunggah dan mengumumkan segala aktivitas yang dia lakukan di Path (atau sosial media lainnya). Dan terutama, dalam sekolah, saya lihat banyak diantara mereka yang menomorduakan sekolah dan lebih memilih untuk meributkan tempat hangout yang asik untuk malam Minggu berikutnya. Mereka santai dalam menempuh pendidikan dikarenakan hidup mereka sudah mapan disokong orangtua, makanya mereka enggan keluar dari zona nyaman dan memilih untuk terus berkubang di dalamnya. Banyak juga yang tak mempunyai kesadaran untuk menuntut ilmu yang sebena

Menyambut tahun baru

Saat ini, kita telah memasuki tahun 2015, meninggalkan tahun 2014 yang mungkin bagi sebagian besar dari kita menorehkan kenangan yang begitu dalam dan siap membuka lembaran baru pada tahun baru. Mungkin sebagian besar dari kalian lebih suka membuat resolusi, namun saya tidak. Bagi saya resolusi hanyalah istilah lain untuk tujuan-tujuan kecil yang dibuat dalam hidup, a goal, to be exact. Hanya saja banyak orang yang terlalu mengistimewakannya dalam rangka tahun baru. Saya memang tidak membuat resolusi, namun setelah melihat kembali berbagai pencapaian dan masa-masa keterpurukan saya selama tahun 2014, dapat dibilang bahwa saya telah berkembang banyak sebagai individu. Saya telah menjadi orang yang berbeda dibandingkan awal tahun 2014. Telah banyak kesalahan yang saya lakukan, yang sayangnya semua kesalahan itu menuju pada penderitaan secara fisik maupun mental. Namun saya bersyukur karenanya, tanpa itu semua saya takkan pernah belajar dan takkan pernah bisa menjadi orang yang seperti