A very saint-like post

Bagi saya, ketulusan sekarang sudah merupakan barang yang langka, terutama di tengah hiruk-pikuk kota besar, dimana sebagian besar masyarakatnya cenderung bersikap individualis, atau hanya mementingkan diri sendiri. Saya menyaksikan sendiri bahwa perlahan-lahan seiring zaman, rasa tulus ikhlas dalam berinteraksi dengan orang lain telah jauh berkurang dibandingkan dengan dulu. Dari buku-buku yang saya baca, saya melihat bahwa ketulusan dan keikhlasan pada zaman dulu begitu dihargai, dan banyak yang berusaha menanamkan ini pada generasi selanjutnya. Namun dalam interaksi keseharian dengan orang lain, saya melihat bahwa kenyataan di lapangan jauh berbeda. Terkadang, ketika saya mencoba melakukan segala sesuatu dengan tulus, hal itu malah dianggap aneh, bahkan kerap ditertawakan. Banyak juga yang berkomentar bahwa saya terlalu serius dalam menanggapi segala sesuatu.
Saya pikir, mungkin ucapan mereka ada benarnya. Bisa jadi karena karakter saya yang apa adanya, saya pun menganggap segala hal dengan serius (bahkan saya hampir tak pernah melontarkan lawakan di sekolah!). Saya pun mencoba memperbaiki hal itu dengan bersikap lebih luwes dan santai. (Giliran bercanda, malah dianggap serius. Serba salah euy.)
Namun kemudian saya berpikir lagi. Apakah benar saya yang terlalu serius, ataukah teman-teman saya yang terlalu sering bercanda, hingga tak bisa membedakan antara ketulusan dan keseriusan? Mungkin saja, yang sebenarnya terjadi adalah opsi kedua. Saya memang melihat bahwa mayoritas penduduk di kota besar terlalu sering bercanda dalam mengobrol, yang tentunya berbeda sekali dengan masyarakat kota kecil yang bersikap tulus dan apa adanya (seperti saya, hehe). Mereka tak ada habisnya mencari bahan candaan, bahkan dari hal-hal terkecil di sekitar mereka. Sehingga ketika ada perbuatan atau perkataan yang tulus dilontarkan pada mereka, hal itu mereka permainkan dan menganggapnya 'terlalu serius'.
Jujur, saya merasa agak sedih. Kalau tidak salah, saya pernah mendengar sebuah hadits/perkataan ulama yang mengatakan bahwa terlalu banyak tertawa dapat mematikan hati. Menurut saya, jika kita terlalu sering mempermainkan segala sesuatu, maka hati nurani kita takkan tersentuh tatkala dihadapkan pada nasihat tulus dari orang lain. Terlalu banyak bercanda juga dapat mendangkalkan pikiran, serta mengubah sifat kita menjadi kekanak-kanakan.
Sekarang ini, menemukan ketulusan di tengah belantara kota besar bagaikan menemukan berlian. Mungkin ada baiknya jika kita berusaha untuk merenungkan segala tindak-tanduk kita dan menemukan hati nurani kita kembali dan mencoba untuk bersikap, yah, 'serius'.

Comments

Popular posts from this blog

A little reflection

On love; I guess

Salah