Perjalanan mengejar impian (1)

Setelah sekian lama tak menulis postingan di blog, kali ini saya memutuskan untuk bercerita mengenai perjuangan saya mencapai impian saya yang kini telah tercapai.

Dahulu, saat menduduki kelas 3 SMP, saya sangat menyukai hal-hal yang berbau Jepang. Bukan hanya manga dan anime, namun juga musik J-pop serta serial televisi Jepang. Bahkan, saya pun bertekad untuk mempelajari bahasanya, agar suatu saat bisa tinggal di sana selama beberapa tahun. Karena tak kunjung menemukan tempat les untuk bahasa Jepang yang sesuai, akhirnya saya memutuskan untuk belajar sendiri dengan cara otodidak. Saya pun meminjam buku-buku panduan serta kamus untuk belajar bahasa Jepang dari tante saya yang pernah tinggal 5 tahun di Jepang, untuk menemani paman saya yang mendapatkan beasiswa disana. Meski begitu, saya tak bisa meminta beliau mengajari saya, karena kami hanya bertemu sesekali pada pertemuan keluarga, dan juga karena beliau baru mempunyai anak, jadi otomatis waktu dan perhatiannya akan terfokus pada anaknya.

Saya pun berusaha keras untuk bisa membaca dan menulis huruf-hurufnya. Untuk lebih menambah penguasaan perbendaharaan kata, saya tak hanya belajar dari buku-buku, namun juga dari lagu-lagu dan drama yang saya dengar dan tonton. Biasanya ketika belajar melalui lagu, saya berusaha untuk menghafalnya dengan melihat dan membandingkan tiga versi lirik, yaitu versi kanji (huruf Jepang asli), versi romaji (cara pembacaan yang ditulis dengan huruf Latin), dan versi terjemahannya. Dengan cara itu, saya bisa lebih mudah menentukan cara pembacaan suatu huruf dan arti dari penggunaan kata tersebut.

Melalui buku-buku, saya melatih diri saya sesering mungkin untuk latihan membaca dan menulis huruf-hurufnya. Tiap kali saya menemukan suatu huruf baru, saya akan menyalinnya hingga lima kali, lalu kemudian saya akan menulis ulang suatu paragraf yang ditulis dengan huruf kanji dengan hanya mengacu pada versi romaji dan buku latihan kanji saya.

Melelahkan, memang. Adakalanya saya malas dalam mempelajarinya, dan pernah juga beberapa kali dimarahi oleh orangtua karena bukannya fokus belajar untuk UN, saya malah belajar bahasa Jepang. Tapi alhamdulillah, saya berhasil melewati itu semua dan terus semangat untuk belajar. Saya berusaha untuk mendisiplinkan diri saya, karena sesungguhnya meskipun saya malas, namun saya senang mempelajarinya. Saya juga mencoba untuk menyeimbangkan antara  pelajaran sekolah dan pembelajaran bahasa Jepang. Pernah suatu ketika setelah satu-dua minggu tak belajar bahasa Jepang, saat mencoba untuk membaca huruf-hurufnya, saya tak bisa karena telah lupa. Maka dari itu, saya selalu sempatkan untuk belajar meski hanya sedikit.

Waktu pun berlalu. Saya yang tadinya berminat mendaftar ke SMA negeri yang mempunyai pelajaran bahasa Jepang ataupun ekskul yang berkaitan dengan Jepang untuk bisa mempermudah proses pembelajaran saya dan mewujudkan impian saya untuk bisa ke Jepang, akhirnya dimasukkan ke sebuah MA swasta yang baru berdiri, yaitu MA Al-Azhar dan saya termasuk angkatan pertamanya.

Awalnya, saya tak ingin masuk sekolah ini. Namun, karena takut NEM saya takkan cukup untuk masuk SMA negeri, akhirnya saya pun menuruti keinginan orangtua dan menetapkan hati untuk memasuki sekolah ini. Terlebih lagi, adik saya juga dimasukkan ke MTs dengan nama yang sama, jadi orangtua saya tak perlu bolak-balik mengantar kesana kemari.

Pada saat saya pertama memasuki sekolah ini, jumlah muridnya (termasuk saya) hanya berjumlah 20 orang, dan kami tak mempunyai gedung sekolah, ruang kelas, atau bahkan guru tetap! Kami menempati ruang kelas yang terletak dalam gedung MTs. Jumlah murid laki-laki hanya berjumlah 15 orang, dan murid perempuan hanya 6 orang.

Saat itu, saya merasa pesimis sekali impian saya akan terwujud. Saya belum pernah bersekolah di sekolah agama sebelumnya, dan saya terkaget-kaget dengan pelajaran agamanya yang terkadang diajarkan dalam bahasa Arab, banyaknya jumlah hafalan dalam pelajaran agama (memakai bahasa Arab pula), ditambah lagi setiap hari harus rajin menghafal dan menyetor hafalan Qur'an. Duh... saya teringat sekali waktu itu saya merasa amat tidak betah, juga iri dengan teman-teman di SMA negeri yang sibuk MOS, sementara saya di sini berkutat menghafal satu paragraf dalam bahasa Arab yang tidak saya mengerti...

Teman-teman saya kebanyakan berasal dari MTs Al-Azhar juga, dan semuanya berasal dari sekolah Islam, kecuali saya. Sayalah satu-satunya anak yang berasal dari SMP negeri! Bisa dibayangkan betapa saya harus mengejar ketertinggalan dibanding dengan teman-teman saya yang sudah familiar dalam mempelajari bahasa Arab dan ilmu agama.

Saya juga agak kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan dan teman-teman baru saya. Saya yang terbiasa berteman dengan orang-orang yang memiliki kesukaan yang sama dengan saya, harus berteman dengan orang-orang yang mempunyai latar belakang sama sekali berbeda dengan saya. Selain itu, saya melihat ada yang agak aneh. Saya melihat bahwa pergaulan diantara lawan jenis seperti ada semacam jarak, suatu hal yang belum pernah saya alami sebelumnya.

Bersambung.. 

Comments

Popular posts from this blog

A little reflection

On love; I guess

Salah