Menjadi diri sendiri

Barusan, saya menonton sebuah acara TV mengenai sains di BBC Knowledge. Disitu disebutkan bahwa seseorang akan cenderung mengikuti tindakan mayoritas orang/suatu kelompok di sekitarnya, walau tindakannya itu bodoh ataupun konyol. Ini berarti dalam bersosialisasi, manusia mempunyai kecenderungan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.
Banyak di antara kita yang sering seperti ini, bukan? Jika teman-teman kita mengikuti suatu trend atau menyukai lagu/film/seleb tertentu, kebanyakan dari kita akan cenderung mengikutinya, walaupun kita sendiri tak terlalu suka, hanya karena tak ingin dianggap berbeda. Bukankah begitu?
Contoh klise seperti ini juga sering saya lihat di acara TV Barat. Biasanya, ada tokoh utama seorang cewe/cowo yang biasa-biasa saja, tak terlalu populer di sekolah, dan hanya mempunyai satu atau dua teman yang dekat. Sementara di sekolah yang sama, ada suatu geng populer yang menguasai satu sekolah itu, dan para anggota geng tersebut merupakan sosok yang dikagumi dan diidolakan oleh seluruh sekolah, sangat berbanding terbalik dengan apa yang dialami oleh si tokoh utama. Nah, lama-kelamaan si tokoh utama ini pun berusaha sekeras mungkin agar bisa diterima oleh lingkungan sosialnya, terutama oleh geng populer tersebut. Dia pun mentransformasi dirinya secara total; gayanya berbicara, berpakaian, dan bergaul, menjadi sosok yang berkebalikan dengan dirinya yang dahulu. Lambat laun, dia pun mulai mempunyai banyak teman, banyak lawan jenis yang mulai memperhatikan dirinya, bahkan akhirnya dia pun menjadi bagian dari geng populer tersebut.
Sekilas, tampaknya dia telah mencapai apa yang dia inginkan. Namun apa yang sebenarnya terjadi? Teman-teman lamanya, yang merasa dia sudah berbeda, pun mulai berhenti bergaul dengannya, terlebih setelah dia menjadi anggota geng populer tersebut. Meskipun dia sekarang sudah menjadi anggota geng populer, namun mereka tidaklah setulus teman-temannya yang lama. Dia akhirnya menyadari bahwa teman-temannya yang lama-lah yang paling tulus terhadapnya. Dibalik itu, lambat laun dia juga menyadari bahwa dirinya yang asli telah hilang, dan dia telah menjelma menjadi orang yang sama sekali bukan dia. Meskipun dari luar dia terlihat bahagia, namun dalam hatinya tersimpan suatu kegundahan; atas kehilangan teman-temannya, dan kehilangan identitas dirinya yang sejati.
Cerita ini tentunya memberi sebuah pelajaran bagi kita. Dalam tulisan kali ini, saya ingin memberitahu kalian bahwa menjadi diri sendiri itu penting. Jadilah diri sendiri apa adanya, karena orang-orang yang benar-benar menyayangimu dengan tulus akan menerima dirimu apa adanya, tanpa kalian harus mengubah diri.
"Be yourself, because those who matter won't mind, and those who mind won't matter." - Dr. Seuss.

Comments

Popular posts from this blog

A little reflection

On love; I guess

Salah