Belajar itu...

Saya yakin banyak di antara kita yang masih berstatus pelajar, baik SD, SMP, maupun SMA, terkadang merasa sumpek dan capek dengan proses pembelajaran di sekolah. Baik itu tugas yang menumpuk, ataupun ulangan yang datang berturut-turut tiada habisnya. Dan, bagi yang sedang menjalani tahun terakhir, UN telah menjadi momok menakutkan diantara kita, para pelajar.
Acapkali saya pun merasa begitu. Setiap hari kita dikasih tugas seakan tak ada habisnya, dan belajar mati-matian untuk setumpuk ulangan hanya untuk mendapatkan nilai pas-pasan. Belum lagi kalau gurunya killer dan pelit nilai, tambah repotlah kita. Banyak diantara teman-teman saya pun mengeluh, untuk apa sih kita belajar semua ini? Matematika, B. Inggris, IPA, IPS? Toh kita juga nggak akan mempraktekkan rumus-rumus Matematika dalam kehidupan nyata, kan? Jadi buat apa?
Pada dasarnya, semua ini berakar dari sistem pendidikan Indonesia yang memang dari awal sudah salah, dan hanya menitikberatkan pada, istilahnya 'mengejar nilai'. Kebanyakan guru-guru pun hanya peduli dengan KKM, target kurikulum, dan nilai UN. Mereka menganggap bahwa, asal nilai anak didik mereka sudah bagus, ya selesailah tugas mereka. Tapi mereka tak peduli pada perkembangan moral dan karakter tiap murid, sehingga banyak diantara kita yang nilainya bagus di rapor sekolah namun perangainya buruk.
Tentunya, saya tak bermaksud memberitahu bahwa semua guru berperilaku begitu. Saya percaya, banyak guru-guru yang menganggap mengajar itu lebih dari sekadar mentransfer ilmu ke otak para murid, namun juga berusaha untuk memotivasi dan menginspirasi anak didik mereka. Saya pun pernah memiliki guru-guru inspiratif semacam itu. Maksud saya, karena sistem pendidikan kita yang pada dasarnya hanya mengejar nilai, hal ini pun berpengaruh pada tenaga pengajarnya.
Tapi, kita pun tak bisa serta-merta menyalahkan sistem pendidikan kita yang payah semata-mata karena nilai-nilai sekolah kita yang buruk. Kita juga harus mengamati, apa sebenarnya penyebab dari buruknya nilai tersebut. Mungkin akhir-akhir ini kalian merasa malas, atau jarang memperhatikan guru menerangkan, atau bisa juga karena kita memang tak berminat sama sekali pada pelajaran tersebut.
Saya tahu, terkadang ada diantara kita yang suka merasa malas pada pelajaran tertentu. Umumnya, dari pengalaman saya, yang paling tak disukai adalah pelajaran eksak(berhitung) seperti Matematika, dan pelajaran bahasa asing seperti B.Inggris. Seringkali saya merasa malas dan berpikir, apa gunanya sih belajar ini, gak penting.
Tapi lalu kemudian saya sadar. Kalau saya begini terus, malas terus menerus, jarang mengerjakan tugas, ulangan nyontek terus, nanti saya mau jadi apa? Tentunya saya tak mau mengecewakan orangtua saya. Maka dari itu, saya pun mulai belajar dengan giat untuk mendapatkan nilai bagus. Dan alhamdulilah, saya pun berhasil mendapatkannya.
Namun saya berpikir kembali. Jika saya belajar hanya untuk mendapat nilai seratus dalam ujian, lalu apa? Buat apa saya capek-capek belajar, latihan soal satu buku hanya untuk mendapatkan secarik angka sembilan puluh di atas kertas? Memang, orangtua saya akan bangga, tapi apa hanya itu tujuan saya belajar? Kalau saya belajar hanya untuk mencari nilai, buat apa? Daripada belajar susah payah, bukankah lebih baik saya nyontek saja?
Seiring waktu, saya pun mulai sadar bahwa belajar itu adalah sebuah proses, perkembangan hidup. Setiap saat, setiap hari, kita belajar melalui segala hal yang terjadi dalam hidup kita, bukan hanya pembelajaran di sekolah. Dari proses pembelajaran tersebut, setelahnya kita dapat memetik hikmah dan manfaatnya.
Pada intinya, belajar akan berujung pada mengetahui. Kita belajar untuk mendapat ilmu, agar menjadi lebih tahu. Pada dasarnya, belajar itu sendiri merupakan proses pembelajaran.
Misalnya, kita latihan mengerjakan soal-soal Matematika. Dari situ, kita tak hanya melatih nalar dan logika kita dalam mengerjakan soal, namun juga melatih kesabaran, ketekunan, dan ketelitian kita dalam mengerjakan soal. Ketika kita frustasi karena tak kunjung mendapatkan jawabannya, di situlah kesabaran kita dilatih. Ketika kita ternyata salah dalam proses pengerjaan soal tertentu, dari situ kita bisa belajar untuk lebih teliti lain kali. Nah, jika perilaku tersebut terus-menerus dilatih dan dikembangkan, lama-lama akan berpengaruh pada perilaku keseharian kita.
Yang terutama, jangan jadikan nilai sebagai tujuan kita belajar. Tak apa kalau untuk motivasi. Tapi kalau tujuan kita belajar hanya untuk sekedar mendapat nilai bagus, nanti kita kecewa jika hasilnya tak sesuai harapan. Yang paling penting ialah usaha kita dalam belajar. Belajarlah dengan giat, dan kerjakan ulangan dengan sebaik-baiknya. Tidak penting nilai kita bagus atau jelek, yang penting kita sudah berusaha dengan sebaik mungkin. Kalau bagus, alhamdulillah, pertahankan terus, kalau tidak, ya sudahlah tak usah dipikirkan, yang penting berusaha lebih baik lain kali.
Bagaimana kalau kita tak suka dengan pelajaran tertentu? Matematika, misalnya?
Sebenarnya sih, yang paling penting adalah bahwa kita suka dengan pelajaran tersebut. Tapi jujur saja, meskipun sering saya dengar, namun nasehat itu pun tak terlalu berlaku untuk saya. :)
Jadi apa yang saya lakukan? Saya menjadikannya sebagai motivasi untuk diri saya, seperti yang sudah saya sebutkan di atas. Saya enyahkan rasa malas itu, dan belajar segiat mungkin untuk masa depan saya. Ingat, sekali lagi, jangan berorientasi pada nilai. Sesusah apapun, nikmati saja proses pembelajaran tersebut. Namanya juga hidup. Life is a struggle. :)

Comments

Popular posts from this blog

A little reflection

On love; I guess

Salah