Perjalanan mengejar impian (2)

Seperti yang saya ceritakan di postingan sebelumnya, saya merasa tak betah awalnya bersekolah di Al-Azhar dan teramat ingin pindah. Namun lambat laun, saya pun susah payah mencoba untuk beradaptasi dengan kegiatan akademik serta pergaulan di sekolah baru.

Setelah beberapa bulan, saya mulai bisa menyesuaikan diri, walaupun masih agak kesusahan. Saya mulai lebih terbuka dengan teman-teman saya, dan berusaha untuk lebih semangat dalam kegiatan belajar, khususnya dalam pelajaran keagamaan.

Saat saya menginjak kelas 2, saya terpikir untuk mengambil jurusan Hubungan Internasional saat kuliah nanti. Meski begitu, saya memilih untuk memasuki jurusan IPA, karena pada awalnya saya berpikir bahwa anak IPA akan bisa dengan mudah 'menyeberang' ke jurusan IPS saat menjelang ujian SBMPTN. Dan karena saya sudah lama sekali ingin pergi ke Jepang, saya pun terpikir agar suatu saat bisa berkuliah di Jepang dengan jurusan Hubungan Internasional.

Namun lama-lama, impian itu perlahan mulai terlupakan karena setelah saya cari, tidak ada PTN di Jepang yang menawarkan jurusan tersebut. Sementara program beasiswa Jepang Monbukagakusho yang disediakan oleh pemerintah Jepang hanya menawarkan jalur ke PTN. Meski begitu, saya tetap berkeinginan untuk bisa mendalami jurusan Hubungan Internasional.

Selama menempati jurusan IPA, jujur saja, nilai-nilai saya tidak terlalu bagus. Terkadang, meskipun saya sudah belajar semampu saya, tetap saja nilai ulangan saya begitu-begitu saja. Adakalanya saya merasa seperti tak ada gunanya mendalami bidang-bidang seperti Fisika, Kimia, dan Matematika karena toh lama-lama saya menyadari, saya sama sekali tak berminat untuk memasuki jurusan Saintek di perguruan tinggi, saya hanya tertarik pada jurusan SosHum. Terlebih lagi, setelah saya membaca sebuah buku ekonomi yang direkomendasikan oleh teman saya, saya menjadi semakin tertarik untuk mempelajari ekonomi lebih lanjut.

Akhirnya, suatu hari pada pertengahan semester 2, kelas 2, saya mengambil keputusan mendadak untuk pindah ke jurusan IPS. Saya ingat sekali, waktu itu hari Rabu. Saya bercerita pada sahabat-sahabat saya mengenai kejenuhan saya berada di jurusan IPA, dan keinginan saya untuk mendalami bidang IPS. Saya pun berkonsultasi dengan salah seorang guru mengenai kepindahan jurusan saya. Hati saya pun semakin mantap, lalu saat itu juga saya memutuskan untuk memberitahu wakepsek mengenai rencana saya, dan ajaibnya, beliau langsung membolehkan asal ada persetujuan dari orangtua. Saya teringat betapa bahagia dan antusiasnya saya saat itu untuk bisa mendalami bidang yang saya senangi

Sepulang sekolah, saat saya menyampaikan keinginan saya pada orangtua, alhamdulillah mereka pun membolehkan. Keesokan harinya, saya pun telah berpindah status menjadi murid jurusan IPS. Gila, bukan? Gila, memang. Namun sampai detik ini, saya tak pernah sekalipun merasa menyesal dan tak henti-hentinya bersyukur atas keputusan yang telah saya buat.

Sejak saat itu, saya pun mulai menjalani hari-hari saya di jurusan IPS. Alhamdulillah, nilai-nilai saya saat berada di jurusan IPS lebih bagus dibandingkan saat saya di jurusan IPA, dan antusiasme belajar saya juga lebih tinggi karena meskipun ada beberapa kesulitan di sana-sini, saya menikmati apa yang saya pelajari.

Saat menginjak kelas 3, saya pun memfokuskan diri saya untuk belajar demi ujian SBMPTN. Atas anjuran orangtua, saya memutuskan untuk tidak mengikuti bimbel karena kondisi fisik saya tidak cukup memungkinkan untuk itu. Oleh karena itu, otomatis saya pun harus berusaha lebih keras dibanding teman-teman saya yang ikut bimbel. Saya juga telah melupakan impian untuk berkuliah di Jepang dan mendalami jurusan Hubungan Internasional, karena saya terlalu fokus belajar untuk SBMPTN sejak awal kelas 3. Namun bila nilai UN saya memenuhi persyaratan, saya terpikir untuk mendaftar Monbukagakusho, jaga-jaga bila saya tak diterima lewat jalur SBMPTN. Saya juga berkeinginan mengambil jurusan Sastra Jepang dibanding HI, karena HI passing grade-nya teramat tinggi, terlebih lagi lulusan HI begitu cerdas, dan saya tidak merasa secerdas mereka. Meski begitu, saya tetap memendam impian untuk memasuki jurusan HI.

Bersambung lagi yah. Hehe. Nanti kepanjangan soalnya.

Comments

Popular posts from this blog

Home

Problems

Budaya membaca di Indonesia